"Menurut mereka pembangunan kapal selam punya resiko sangat tinggi," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Rachmad Lubis, saat ditemui Tempo di kantor Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta Senin lalu.
Korea Selatan menyebut kapal selam merupakan produk alat utama sistem persenjataan dengan standar kualitas tinggi. Berbeda dengan kapal perang biasa, kapal selam diwajibkan punya kemampuan menyelam hingga 350 meter dari permukaan laut sehingga tak boleh ada sedikit pun kesalahan. Jika tidak, nyawa dan reputasi produsen kapal selam jadi taruhan.
"Rusia yang ahli kapal selam saja pernah gagal, apa lagi orang yang belum punya keahlian, resikonya sangat tinggi, rawan kecelakaan," terang Rachmad.
Selain itu, faktor keselamatan pekerja Indonesia juga menjadi alasan Korea Selatan. Sebab produksi kapal selam menggunakan peralatan yang beresiko keselamatan besar, terlebih untuk orang yang belum punya kemampuan. Alasan lain, Korea Selatan takut target produksi mereka molor karena harus memberi pelajaran kepada Indonesia. "Sementara kalau produksinya telat, kan mereka kena denda."
Meski begitu, saat ini pemerintah sedang melobi Korea Selatan untuk memaksimalkan proses alih teknologi. Minimal, jika perwakilan PT PAL benar-benar cuma diberi kesempatan belajar dengan melihat (learning by seeing), Korea Selatan mau memperlihatkan secara detil. "Jadi diharapkan kapal selam ketiga kita bisa buat sendiri di Indonesia, tentu atas bimbingan langsung Korea Selatan," kata Rachmad.
Indonesia memesan tiga unit Kapal selam kelas Changbogo dari Korea Selatan, dengan harga sekitar 350 juta Dollar Amerika Serikat per unit. Dalam perjanjian pembelian, Korea Selatan menawarkan alih teknologi kepada Indonesia. Sesuai rencana dua kapal selam akan diproduksi di galangan Daewoo Shipbuilding Marine Engineering co Ltd. Kapal selam ketiga akan dikerjakan oleh ahli Indonesia di galangan PT PAL.
Sebelumnya, Ketua Pusat Kerja Sama dan Promosi IPTEKS Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning, mengingatkan Kementerian Pertahanan menekankan lebih serius mengenai kesepakatan transfer of teknologi dalam pengadaan kapal selam dari Korea Selatan. Indonesia sebagai pemilik uang berhak mendapatkan manfaat lebih dari kerja sama ini. “Pemerintah harus bernyali karena masih lebih besar uang kita dan kepentingan nasional harus dibela,” kata Saut saat dihubungi, Rabu 26 Juni 2013.
Saut menilai realisasi penguatan alat utama sistem pertahanan lebih menguntungkan kepentingan asing dan berpotensi menjadikan alutsista Indonesia dikendalikan para korporasi asing. Dalam jangka panjang dampaknya akan sangat berbahaya bila bergantung pada negara lain.
Menurut Saut, kerja sama pembelian kapal selam dengan Korea Selatan berpotensi sangat merugikan Indonesia. Itu, kata dia, tampak dari detail teknis yang tidak adanya komponen kapal selam yang dibuat di Indonesia dan minimnya keterlibatan tenaga ahli Indonesia dan hanya boleh melihat (learning by seeing).(TEMPO/WDN)
Berita Terkait:
0 comments:
Post a Comment