New Maju Indonesia Ku

Friday, August 16, 2013

KSAD : 8 Unit Helikopter Apache Mulai Tiba 2018

Jakarta (MID) - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Moeldoko memastikan pemerintah membeli delapan unit helikopter Apache. Menurut dia, Kementerian Pertahanan sudah memberi lampu hijau untuk membeli helikopter serang canggih AH-64-D Apache Longbow dari Amerika Serikat itu.

Dewan Perwakilan Rakyat yang sebelumnya menolak pembelian Apache karena dianggap kemahalan, kata Moeldoko, kini sudah sepakat menyetujuinya. ”DPR dan Kementerian Pertahanan sudah oke,” kata dia saat ditemui Tempo di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2013.

Moeldoko tak mau menyebut harga pembelian delapan helikopter itu dengan alasan tak tahu pasti harganya. ”Lagipula itu teknis.” Ia mengatakan, pemerintah pada tahun ini sudah mulai membayarkan uang muka ke pemerintah Amerika Serikat. ”Pembayaran uang muka menjadi awal kesepakatan pembelian helikopter,” ujar dia. Kedelapan helikopter akan diterima Indonesia secara bertahap mulai 2018 hingga 2021.

Adapun Komisi Pertahanan DPR membenarkan menyetujui pembelian Apache, meski awalnya menolak. ”Setelah dipikir-pikir, memang dibutuhkan Apache untuk memperkuat jajaran Angkatan Darat,” ujar Wakil Ketua Komisi Pertahanan, Tubagus Hasanuddin.

Helikopter yang akan dibeli Indonesia adalah produksi tahun 2007-2008. "Untuk ukuran usia pesawat bersayap putar, umurnya masih 5-6 tahun tergolong masih bisa dikatakan baru." Helikopter ini mampu menembakkan rudal ke darat dalam jangkauan 500 m - 8 kilometer.

"Helikopter ini juga tepat sasaran karena punya alat pengindraan jarak jauh, " kata dia. Tubagus menjelaskan, menyebutkan, anggaran yang bakal disiapkan mencapai Rp. 3,1 triliun.

Rizal Darma Putra, pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, meminta Kementerian Pertahanan dan DPR teliti dalam membeli delapan helikopter Apache. Ia mengingatkan pemerintah dan DPR agar tidak lengah membaca kontrak pembelian dengan pihak Amerika Serikat, pemilik Apache. "Kalau tidak teliti, sudah pasti rugi," kata Rizal kemarin.

Menurut dia, kerugian pertama adalah soal harga yang mahal. Pembelian alat utama sistem persenjataan bekas biasanya disertai klausul perbaikan atau "retrofit". "Jika tidak teliti, biaya perbaikan ini bisa membengkat di luar estimasi." Kerugian kedua, tidak mendapatkan alat persenjataan yang lengkap.(Tempo/MIK/WDN)

Berita Terkait:

0 comments:

Post a Comment