
Sebuah berita dilansir kantor berita Antara, Minggu (13/2) lalu. Isinya, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, memberi bantuan kepada TNI AL. Tidak tanggung-tanggung, Pemkab Kutai Timur menyerahkan satu unit kapal patroli sepanjang 38 meter bernama KRI Kudungga.
Kapal yang rencananya akan dilengkapi dengan satu unit rudal dan dua meriam itu diharapkan memberi kontribusi dan bantuan pengamanan dan pengawasan laut Kutai Timur sepanjang 150 kilometer dari utara hingga selatan, Kaltim pada umumnya, serta kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II.
Hadir dalam penandatanganan perjanjian kerja sama yang dilakukan di Sangatta itu, Bupati Kutai Timur H Isran Noor dan Komandan Tamtamal VI Makassar Brigjen (Mar) Chaidir Pattonory mewakili Kepala Staf Armada Wilayah Timur. Gubernur Kaltim H Awang Faroek Ishak dan Ketua DPRD Kutai Timur Harti ikut hadir sebagai saksi.
Chaidir menjelaskan signifikannya kerja sama ini. ”Kerja sama ini merupakan langkah tepat karena keterbatasan anggaran dan alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang dimiliki, dan kita dituntut untuk mengefektifkan dan mengefisienkan pencapaian tugas masing-masing, terutama dalam sistem pertahanan untuk menjaga kedaulatan wilayah NKRI,” kata Chaidir.
Kata-kata Chaidir sekilas bersifat normatif dan ideal. Apalagi, kurangnya anggaran alutsista memang menjadi fakta yang telah berulang kali diungkapkan.
Sesuai dengan Buku Putih Pertahanan Kementerian Pertahanan, pembangunan postur pertahanan untuk tahap I (2010-2014) membutuhkan Rp 471,28 triliun yang dipecah setiap tahun. Namun, dalam rapat di Komisi I akhir 2010 lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, untuk tahun anggaran 2011, dari kekurangan sekitar Rp 11 triliun, APBN hanya mampu memenuhi Rp 2 triliun.
Sekilas, kerja sama antara Kabupaten Kutai Timur dan TNI AL itu menjadi terobosan yang inovatif. Toh memang, masalah pertahanan dan pengawasan laut adalah kepentingan seluruh elemen bangsa.
Namun, di balik segala ”kebaikan” ada sebuah pelanggaran berat. Undang-Undang (UU) 34/2004 tentang TNI pada Pasal 66 Ayat 1 dengan gamblang menyatakan, ”TNI dibiayai oleh anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”. Masih pada pasal yang sama, Ayat 2 menyebutkan, keperluan anggaran tersebut diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Pasal ini tentunya memiliki banyak pertimbangan. Pertama, kemampuan setiap daerah berbeda sehingga kalau anggaran pertahanan bisa dibiayai oleh masing-masing daerah, sudah pasti akan muncul ketimpangan antara daerah kaya dan daerah miskin. Kedua, sampai pada tataran yang paling kecil, fasilitas dari tiap daerah bisa menggerus kata ”Nasional” dari TNI. Bisa saja fasilitas yang diperoleh prajurit di daerah yang kaya lebih bagus daripada daerah yang miskin.
Ketiga, pengalihan APBD yang seharusnya untuk pembangunan masyarakat daerah malah berubah alokasi untuk pertahanan. Bukan tidak mungkin, penguasa daerah yang berkuasa memanfaatkan hal ini untuk kepentingannya melestarikan kekuasaan. Komnas HAM saat memaparkan temuan pelanggaran HAM oleh oknum TNI di Papua, 5 Januari lalu, sempat menemukan fakta penggunaan dana APBD untuk operasional tentara pada saat pilkada.
Al Araf, peneliti dari Imparsial, menyoroti kerja sama TNI AL dengan Kabupaten Kutai Timur. Menurutnya, ini jelas melanggar UU 34 TNI. Al Araf mengkhawatirkan akan terjadi situasi pertahanan yang asime- tris antara daerah kaya dan daerah miskin. Hal ini belum termasuk porak-porandanya susunan postur TNI. ”Itu hibah lagi, bagaimana pengawasannya,” tandas Al Araf.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul mengatakan, TNI memang tidak boleh didanai APBD. Namun, untuk kerja sama antara Kabupaten Kutai Timur dan TNI AL, menurutnya, hal ini bukan hibah, tetapi pinjam pakai. Kapal pun tidak disebut KRI, tetapi KAL (Kapal Angkatan Laut). Awak kapal terdiri dari 17 orang dari TNI AL dan 6 orang dari Pemkab Kutai Timur. Kapal itu tidak masuk ke dalam inventaris kekayaan negara, tetapi masih ada di daftar inventaris pemda dan biaya operasional kapal ditanggung pemda. ”Tadinya mau diberikan ke TNI, tetapi tidak boleh. Kalau KRI memang tidak boleh, kalau KAL tidak apa,” kata Iskandar.
Praktik ”kerja sama” di Papua dan Kabupaten Kutai Timur masih disertai deretan contoh lain. Mantan Bupati Aceh Tenggara Armen Desky, misalnya, divonis empat tahun penjara karena korupsi APBD, diantaranya menyalurkan anggaran ke TNI.
Dalam konteks lebih besar, masalah keterbatasan alutsista seperti puncak gunung es di air. Dalam penelitian Imparsial tentang pembelian Kapal Patroli KAL 35 oleh pemda-pemda 2003 menyebutkan akibat yang akan timbul. Pertama, timbul relasi ekonomi keamanan antara TNI dan pemerintah daerah. Ini berarti otoritas anggaran yang seharusnya dipegang oleh pemerintah sipil, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, menjadi tergerus. Kedua, muncul peluang-peluang ekonomi politik yang dikhawatirkan bisa menimbulkan perubahan orientasi dan peran TNI tidak lagi jadi satu kesatuan yang loyal kepada pemerintah pusat.(KOMPAS/WDN)
Berita Terkait:
TNI
- Dilema Pengadaan Alutsista TNI : Baru, Bekas Atau Rekondisi?
- Indonesia Butuh Satu Dekade Lagi Untuk Pemenuhan Alutsista
- Komisi I : Kemhan Usulkan Tambahan Anggaran Untuk Pengadaan Apache Dan Hercules
- Komisi I : Pemotongan Anggaran Kemhan Bisa Ganggu Target MEF 2014
- Pengamat : Alutsista TNI Harus Bisa Bantu Sipil Saat Darurat
- Komisi I Akan Dorong Tambahan Anggaran Kesejahteraan TNI di APBN-P 2013
- Panglima TNI : TNI Akan Melakukan Latihan Terbesar Tahun 2014
- Presiden: Logistik dan Distribusi, Kunci Utama Alutsista TNI
- Presiden Janjikan Modernisasi Alutsista TNI Tuntas 2014
- Besok, 16 Ribu Prajurit TNI Latihan Tempur Di Situbondo
- Presiden : Alutsista Indonesia Harus Lebih Besar Dan Modern Dari Tetangga
- PT DI Siap Kirim 10 Helikopter & 7 Pesawat Pesanan TNI
- Panglima TNI : Komnas HAM Itu Biadab!
- Pengerahan Pasukan TNI Di Papua Tunggu Perintah Dari Presiden
- Kemenhan Percepat Realisasi Modernisasi Alutsista TNI Sampai 2019
- Komisi I Minta TNI Laksanakan Pengadaan Alutsista Secara Maksimal
- Panglima TNI : 2014, Kekuatan Minimum TNI Capai 38% dari Target
- Prajurit Kodam Siliwangi Jaga Perbatasan Indonesia - Papua Nugini
- 2012, TNI Belanja Alutsista Habiskan Rp 53,2 triliun
- Menhan : Alutsista TNI Membaik Tiga Tahun Kedepan
- TNI Rekrut 16 Calon Perwira Penerbang
- Kemhan Serahkan Pengajuan Anggaran Optimalisasi 2013 ke TNI
- Kemhan : Alutsista 2013 Akan Semakin Moderen
- Tim Inspeksi PBB Periksa Kesiapan Alutsista TNI Di Lebanon
- Menhan : Prajurit Harus Memiliki Semangat Juang, Walaupun Alutsista Terbatas
INDONESIA
- Proses Pengecatan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3 TNI AD
- Kemhan : Indonesia-Rusia Belum Sepakat Hibah Kapal Selam
- Foto Kedatangan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3
- 2014, Dua Helikopter Apache Tiba Di Indonesia
- Indonesia dan Polandia Jajaki Kerjasama Produksi Bersama Alutsista
- Dua Su-30MK2 TNI AU Tiba Di Makasar
- Komisi I Siap Awasi Pengadaan Helikopter Apache
- Indonesia Kirim Degelasi Ke Rusia Untuk Tinjau 10 Kapal Selam
- Kemhan Kirim Tim untuk Pelajari Spesifikasi Apache
- Menhan Tempatkan Satu Squadron Apache Di dekat Laut China Selatan
- Selain Apache AH-64E, Indonesia Juga Tertarik Dengan Chinook
- Komisi I Dukung Pengadaan Satelit Untuk Pertahanan Negara
- Darurat , Tol Jagorawi Dijadikan Landasan Pesawat Tempur
- Rusia - AS Saling Berlomba Dalam Pengadaan Alutsista Indonesia
- Rusia Tawarkan 10 Kapal Selam Bekas Kepada Indonesia
- 2014, Pemerintah Mengalokasikan Rp 83,4 Triliun Untuk Kementerian Pertahanan.
- Ketua KNKT : Lanud Polonia Harus Aman Untuk F-16
- Hari ini, 4 Kapal Perang Indonesia Show Force Balas Provokasi Malaysia
- KSAD : 8 Unit Helikopter Apache Mulai Tiba 2018
- Korsel Kembangkan Internal Waepon Bay Untuk Pesawat Tempur K/IFX
- Islamic Development Bank Fasilitasi Kredit Ekspor Untuk PT DI
- Perancis Tingkatkan Kerjasama Pertahanan Dengan Indonesia
- Indonesia Kurang Teliti Dalam Pengadaan Pesawat Super Tucano Dari Brasil
- Dilema Pengadaan Alutsista TNI : Baru, Bekas Atau Rekondisi?
- Indonesia Butuh Satu Dekade Lagi Untuk Pemenuhan Alutsista
0 comments:
Post a Comment