Jakarta - Bagi Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) TNI Marsekal Imam Sufaat, sistem lalu lintas sangat penting sehingga perlu terus diperbaiki. Ini dilakukan untuk memudahkan antisipasi pesawat asing masuk ke wilayah NKRI.
Seperti ramai diberitakan, baru-baru ini TNI AU memaksa turun sebuah pesawat milik Pakistan karena tidak memiliki izin. Sesuai aturan penerbang tempur TNI AU bisa melakukan intersep guna mengantisipasi ancaman di wilayah udara Indonesia.
“Kadang Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) menerima approval itu agak terlambat. Sistemnya belum bagus ya," kata Kasau Marsekal Imam Sufaat di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/3)
Dalam penyergapan pesawat Pakistan yang berangkat dari Dili Timur Leste ke Sabah, Malaysia itu, TNI AU memang dianggap berhasil melakukan penanganan sesuai prosedur. Namun TNI AU menginginkan sistem lalu lintas udara terus mengalami perbaikan.
Kepedulian ayah dari dua orang putra ini terhadap sistem dan peralatan di TNI AU cukup tinggi. TNI AU juga baru membeli 2 buah pesawat Boeing 737-400 bekas dari Garuda Indonesia. Dua pesawat ini akan digunakan sebagai pesawat angkut VIP di Skuadron 17 Halim Perdanakusuma.
"Untuk Boeing 737-400 karena muatannya besar, disamping VIP-VVIP kita juga akan gunakan untuk mengangkut pasukan, mungkin di Asean, atau di Indonesia," ujar pria lulusan Akabri Udara 19977 itu. Untuk pembelian dua pesawat ini, TNI AU mengeluarkan anggaran Rp90 miliar.
Dua pesawat ini akan memperkuat Skuadron 17 yang sebelumnya telah memiliki 2 pesawat Boeing 737-200, 1 buah pesawat Boeing 737-400, dan 3 buah Foker 28.
Kasau Imam Sufaat memang sangat konsern membenahi sistem dan peralatan AU. Pria yang menjabat Kasau sejak 9 November 2009 itu menilai agar alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang dibeli dari uang rakyat mempunyai usia pakai yang panjang dan mempunyai nilai manfaat yang tinggi bagi terselenggaranya tugas pokok TNI AU.
Suami dari Dra Maya Andayani ini melihat, sesuai perkembangan lingkungan strategis, keberadaan pesawat bermesin turbo memiliki peran sangat strategis sebagai perekat bangsa. "Ini juga sesuai dengan rencana strategis TNI Angkatan Udara hingga 2015," katanya.
Sesuai pesan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Marsekal TNI Imam Sufaat saat dilantik menjadi Kasau, memang diberi sejumlah tugas penting. Di antaranya selaku salah satu penegak kedaulatan negara, TNI AU memang harus mampu menyiapkan kemampuan universal kekuatan udara.
Terutama memiliki kemampuan pengendalian udara (control of the air), kemampuan serangan udara (air strike) dan kemampuan dukungan udara (air support) guna mengantisipasi setiap tantangan dan dinamika tugas dimasa depan.
Imam Sufaat merupakan alumnus Akabri Udara 1977. Ia juga lulusan Sekkau (1987), Seskoau (1993) serta Seskogab. Ia meniti karir sebagai penerbang pesawat tempur Hawk MK-53 yang berpangkalan di Lanud Iswahjudi Madiun.
Setelah lulus Sekolah Penerbang angkatan ke-24 dan dan diwisuda (Wing Day) sebagai Penerbang pada 1979, Imam ditempatkan di Wing Operasi 002 Kopatdara sebagai penerbang tempur (1979).
Imam kemudian bertugas di Wing 300 Kohanudnas (1980), Kasi Ops Skadron Udara 14 Lanud Iswahjudi (1985), Komandan Flight Latihan Skadron Udara 14 Lanud Iswahjudi (1989), Kadisops Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi (1990), Kasi Lambangja Disops Lanud Iswahjudi (1993).
Pada 1994, ia dipercaya menjabat Komandan Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Komandan Skadron Pendidikan 103 Lanud Adisutjipto (1995), dan Kadisops Lanud Pekanbaru (1996). Setelah itu menjadi Atase Pertahanan Urusan Udara KBRI London (1997).
Kemudian menjabat Wakil Komandan Lanud Pekanbaru (1998) dan Komandan Lanud Supadio Pontianak (2000). Dipercaya sebagai Paban III Lat Staf Operasi Angkatan Udara (Sopsau-2002) dan diangkat sebagai Komandan Lanud Iswahjudi Madiun (2003).
Tiga tahun kemudian dia dipercaya menjabat Wakil Asisten Operasi (Waasops) Kasum TNI (2006), dan Gubernur AAU Yogyakarta (2007) dan serta Panglima Komando Operasi Angkatan Udara (Pangkoopsau) I di 2008.(INILAH/WDN)
Berita Terkait:
0 comments:
Post a Comment