Kapal induk helikopter terbaru buatan Perancis, Mistral, bersandar di tepi Sungai Neva dalam kunjungan ke kota St Petersburg, Rusia, 23 November 2009. Rusia akhirnya memutuskan membeli dua kapal kelas Mistral, akhir Desember 2010, untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Laut-nya. Ini adalah transaksi pembelian senjata terbesar yang dilakukan Rusia dengan negara anggota NATO.
Sepanjang sejarah, Rusia dikenal sebagai produsen dan eksportir senjata. Mulai dari pistol sampai kapal induk, negara itu memiliki kemampuan untuk membuat sendiri dan menjualnya ke negara lain. Tak pernah terbayangkan Rusia akan mengimpor alat utama sistem persenjataannya.
Namun, pekan lalu, dunia dikejutkan dengan kabar Rusia memutuskan membeli dua kapal perang kelas Mistral dari Perancis. Pembelian kapal induk helikopter Perancis oleh Rusia itu adalah transaksi perdagangan senjata terbesar antara Moskwa dan negara anggota NATO dalam sejarah.
Rusia dikabarkan akan mengeluarkan uang sebesar 1,37 miliar euro (Rp 16,4 triliun) untuk membeli dua kapal tersebut. ”Kapal pertama seharga 720 juta euro dan kapal kedua 650 juta euro,” tutur seorang pejabat Rusia yang mengikuti proses negosiasi pembelian kapal itu, seperti dikutip kantor berita RIA Novosti, 30 Desember 2010.
Perbedaan harga tersebut disebabkan Rusia berencana terlibat dalam pembuatan kapal. ”Jika pada kapal pertama Rusia memiliki andil 20 persen dalam proses pembuatan kapal, pada kapal kedua nanti peran Rusia bisa mencapai 40 persen,” tutur sumber yang dikutip RIA Novosti.
Rilis resmi dari Kantor Kepresidenan Perancis menyebutkan, kapal tersebut akan dibangun oleh sebuah konsorsium yang beranggotakan dua perusahaan Perancis, yakni DCNS dan STX, serta satu perusahaan Rusia, United Shipbuilding Corporation (OSK).
Menurut rencana, Rusia akan membeli total empat kapal jenis Bâtiments de Projection et de Commandement (BPC), kapal komando dan proyeksi kekuatan) itu. Dua kapal pertama dibangun di Perancis, sementara dua kapal berikutnya dibuat di galangan kapal Rusia.
Rencana transaksi alutsista di antara dua negara besar ini menuai protes jauh hari sebelumnya. Protes datang terutama dari sekutu Perancis sendiri di NATO, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Baltik eks Uni Soviet yang kini menjadi anggota NATO.
Hanya tiga hari setelah pengumuman transaksi itu, Menteri Pertahanan Lituania Rasa Jukneviciene menyebut keputusan Perancis menjual kapal-kapal perang canggih itu kepada Rusia adalah sebuah ”kesalahan besar”. Menurut Jukneviciene, keamanan kawasan Laut Baltik dipertaruhkan apabila Rusia nanti mulai mengoperasikan kapal-kapal itu.
Kekhawatiran senada dilontarkan Georgia, negara yang punya pengalaman pahit berperang dengan Rusia, 2008. Dalam salah satu bocoran kawat diplomatik rahasia AS di WikiLeaks, Menteri Luar Negeri Georgia Grigol Vashadze mengungkapkan kekhawatiran bahwa kapal-kapal kelas Mistral itu kelak tak hanya mengancam Georgia, tetapi juga seluruh kawasan Laut Hitam.
Kekhawatiran Georgia ini sangat beralasan mengingat dalam salah satu pernyataan pada tahun 2009 Kepala Staf Angkatan Laut Rusia Laksamana Vladimir Vysotsky menyebutkan, kapal-kapal buatan Perancis itu akan melipatgandakan kecepatan operasi pasukan Rusia.
Vysotsky mengambil contoh, dengan kapal itu, operasi penyerbuan seperti ke Georgia tahun 2008 bisa dilakukan hanya dalam tempo 40 menit, tidak 26 jam seperti yang dibutuhkan Armada Laut Hitam Rusia waktu itu.
Apa yang membuat kapal-kapal sekelas Mistral ini begitu hebat sehingga diminati negara sebesar Rusia dan ditakuti negara-negara lain?
Kapal tipe BPC pada awalnya dibangun oleh Perancis untuk meningkatkan kemampuan amfibi dan pendaratan pasukan AL Perancis. Kapal ini dirancang untuk menggantikan kapal-kapal pendarat tipe landing platform docks (LPD) kelas Ouragan dan Foudre yang sudah dioperasikan AL Perancis sejak akhir 1960-an.
Perang dan damai
Namun, pada perkembangannya, gagasan itu berkembang sesuai dengan tuntutan perang amfibi modern yang membutuhkan dukungan kekuatan udara serta kemampuan untuk mengangkut kendaraan tempur dan pasukan yang lebih besar.
Menurut naval-technology.com, kapal BPC itu dilengkapi dengan fasilitas komunikasi canggih buatan perusahaan elektronik Perancis, Thales. Itu yang membuat kapal tersebut bisa menjadi kapal komando dan mampu menjalankan operasi gabungan multinasional.
Saat ini, AL Perancis baru mengoperasikan dua BPC yang dibuat di galangan kapal Saint Nazaire, Perancis barat, yakni Mistral (dioperasikan sejak Februari 2006) dan Tonnerre (Februari 2007). Kapal ketiga, Dixmude, baru dipesan pada 2009 dan dijadwalkan mulai beroperasi 2012.
Berbobot 21.300 ton, panjang 199 meter dan lebar 32 meter, kapal BPC mampu mengangkut 16 helikopter tempur kelas menengah-berat, seperti SA330 Puma dan AS665 Tigre buatan Perancis atau Kamov Ka-50/52 buatan Rusia. Helikopter-helikopter itu disimpan di hanggar seluas 1.800 meter persegi di bawah geladak kapal.
Geladaknya dilengkapi landasan helikopter yang mampu mengakomodasi pergerakan enam helikopter secara simultan di enam titik pendaratan. Dengan kemampuan ini, kapal kelas Mistral lebih populer dengan sebutan kapal induk helikopter.
Di dalam perutnya, kapal yang dilengkapi dua sistem rudal anti-serangan udara Simbad ini juga mampu membawa satu batalyon kavaleri berisi 40 tank tempur utama sekelas Leclerc buatan Perancis atau T-90 buatan Rusia. Atau dalam konfigurasi lain, mengangkut 13 tank tempur utama dan 46 kendaraan militer lainnya.
Kapal ini juga bisa membawa 450 tentara untuk pelayaran selama enam bulan atau 700 tentara untuk misi yang lebih pendek durasinya. Pasukan tersebut bisa langsung didaratkan di daerah sasaran dengan empat perahu pendarat yang tersedia di dalam kapal itu.
BPC juga dilengkapi dengan rumah sakit seluas 900 meter persegi, yang memiliki 20 kamar, 69 ranjang perawatan, 2 kamar operasi, dan fasilitas lain setara sebuah rumah sakit di kota kecil. Dengan segala kemampuannya ini, sebuah kapal kelas Mistral juga bisa digunakan secara efektif untuk operasi kemanusiaan di samping misi-misi tempur.
Bahkan, misi perdana Mistral pada 2006 adalah mengungsikan warga negara Perancis dari Lebanon dalam konflik antara Israel dan milisi Hezbollah di Lebanon.
Pihak AL Rusia, seperti dikutip GlobalSecurity.org, menyebutkan, misi utama kapal-kapal BPC ini nantinya adalah untuk mengangkut pasukan, misi pemeliharaan perdamaian, misi penyelamatan, dan kemungkinan juga akan berpartisipasi dalam misi antibajak laut di perairan Somalia.
Tak perlu dikhawatirkan
Menurut pengamat pertahanan Pierre Conesa dari Paris, kapal-kapal BPC milik Rusia itu kemungkinan besar akan ditempatkan di Armada Pasifik Rusia, yang berpangkalan di Vladivostok, dekat Jepang dan Korea, jadi tak perlu dikhawatirkan oleh negara-negara Baltik.
Conesa menambahkan, kekhawatiran negara-negara Baltik dan Georgia itu menunjukkan negara-negara tersebut masih melihat ke masa lalu, bukan masa depan. ”Masa lalu mereka dan kita sangat berbeda. Mereka pernah diduduki oleh Uni Soviet, dan dalam kasus Georgia, pernah berkonflik dengan Rusia. Tetapi, jalan terbaik untuk membangun hubungan yang damai dan stabil dengan Rusia adalah dengan menganggap Moskwa adalah mitra kita,” papar Conesa.
Conesa juga menepis kekhawatiran bahwa penjualan kapal-kapal BPC itu ke Rusia akan berdampak pada ”transfer teknologi” militer NATO ke Rusia. Ia mengatakan, penjualan kapal perang itu harus dilihat dalam konteks masa kini, saat NATO berniat menggandeng Rusia dalam program perisai rudal Eropa.
”Dalam (program) sistem pertahanan antirudal itu nanti, kerja sama (antara Rusia dan negara-negara NATO) akan lebih dalam dan melibatkan teknologi yang lebih sensitif daripada yang terpasang di Mistral,” ujar Conesa.
Meski demikian, tak ada jaminan apa pun kapal-kapal itu nantinya tidak akan digunakan untuk misi agresif, seperti yang dilakukan terhadap Georgia. Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin menegaskan, terserah Rusia untuk memutuskan di mana dan bagaimana mengoperasikan sistem persenjataannya.(Kompas/WDN)
Berita Terkait:
0 comments:
Post a Comment